Kamis, 12 Januari 2012

SEGELAS KOPI DI WARKOP GANG DOLLY (Diary Sosiologis Tentang Perempuan, Cinta dan Seks)

SEGELAS KOPI DI WARKOP GANG DOLLY
(Diary Sosiologis Tentang Perempuan, Cinta dan Seks)
Surabaya, Oktober 2010

Jenuh dengan aktivitas keseharian, aku besama teman-temanku berkeliling di jalanan kota surabaya  tanpa tujuan. Seperti malam- malam biasanya, kota Surabaya tak pernah kering dengan tempat-tempat hiburan di malam hari. Namun kami tak tahu harus kemana untuk menikmati malam ini. Iseng-iseng muncul di benak kami untuk pergi ke Gang Dolly yang berada di jalan Jarak Surabaya. “Eitzz… jangan negative thinking dulu ya!!”, Bukan bermaksud untuk “jajan” (membeli jasa seks), namun hanya sekedar cangkrukkan dan menikmati kopi di salah satu warkop yang ada disana. Ya, minuman yang mengandung kafein, yang menyebabkan rasa pahit kopi karena hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid, minuman ini menjadi kegemaranku dan teman-temanku ketika cangkrukan. Sebuah aktivitas yang menjadi tradisi untuk menjalin kebersamaan yang biasa disebut “ ngopi ”. Jangan heran juga jika tempat kami ngopi adalah tempat yang dianggap haram masyarakat. Sebagai orang sosiologi berbagai jenis karakteristik masyarakat adalah teman kami, dari penjual asongan, pengamen, pejabat, pendeta, kyai sampai pelacur sekalipun. Karena masyarakat adalah laboratorium kami, masyarakat adalah guru kami.

Sesampainya di Dolly, kami segera memarkir motor, kemudian berjalan-jalan dan bercanda disepanjang jalan Jarak dan gang Dolly mengamati aktivitas social disana. Gang Dolly, salah satu surga seks yang terbesar   di Asia tenggara. Diperkirakan terdapat 800 lebih wisma esek-esek, cafe Dangdut dan panti pijat pelacuran plus-plus, yang berjejer rapi dikawasan Jarak tersebut. Dan diperkirakan ada sekitar 9000 lebih Penjaja cinta, Pelacur Remaja dibawah umur, Germo, ahli pijat aurat yang selalu siap menawarkan jasa seks. Dan terdapat ribuan pedagang kaki lima, tukang parkir, calo Prostitusi yang berdiri disepanjang jalan sambil sibuk menawarkan para jasa PSK. Mereka  semua menggantungkan hidup di Lokalisasi Pelacuran Jarak Dolly tersebut. Kenyaataan ini menunjukan selain dianggap hina, lokalisai juga merupakan tumpuan ekonomi bagi masyarakat. Berlaku standart ganda disini, disisi lain pemerintah melarang prostitusi namun di lain sisi pemerintah memperoleh pajak dari tempat ini. Mungkin saja kalau collective conscience masyarakat mengizinkan, tempat ini bisa saja menjadi sebuah kota prostitusi yang megah, yang di pusat kotanya berdiri sebuah patung Marilyn Monroe sebagai monument kebesaran kota, (Seperti sejarah mencatat bahwa Marilyn Monroe merupakan symbol seks pada zamanya, ia menjadi trendsetter di era 60-an). Layaknya monument ikan sura dan buaya yang menjadi symbol kebanggaan kota Surabaya. (hahaha abaikan saja, cerita monument Monroe ini Cuma khayalan saja).

Sebuah warung kopi yang berada di salah satu sudut gang Dolly menjadi pilihan kami. Entah kopi dari jenis varietas arabika atau robusta yang disuguhkan di hadapkanku, yang pasti rasanya nikmat sekali. Ku nikmati kopi yang ada di depanku sembari mengamati aktivitas sosial yang ada di tempat ini.  Ya, sebuah perkampungan prostitusi Dolly, terdapat Perempuan-perempuan dengan pakaian minim nan seksi, make up tebal 5 cm, gincu merah merona, harum parfum yang menyengat hidung,  yang menjajakan kemolekan tubuh dalam etalase-etalase rumah bordil di sepanjang gang Dolly. Para perempuan malam yang berharap Tuhan menyisakan sedikit waktu untuk mereka bertobat. Karena aku yakin, semua perempuan malam disini juga ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih layak karena menjadi pelacur di Dolly bukanlah cita-cita maupun pilihan hidup mereka dari kecil.

Disini lelaki tak perlu repot-repot menulis puisi cinta untuk menarik hati, tak perlu menyita waktu berhari-hari untuk bergelut dalam kacaunya psikologi dengan campur aduknya perasaan untuk mendapatkan perempuan-perempuan itu. Hanya perlu beberapa lembar rupiah saja sudah mendapatkan belaian kasih sayang, cumbu rayu, ciuman manja, pelukan hangat dan kenikmatan birahi lainya. Pernahkah muncul pertanyaan dalam benak anda, kenapa tempat prostitusi hanya menyediakan jasa seks dari pelacur-pelacur perempuan? Kenapa tidak tersedia suatu tempat prostitusi jasa seks dari pelacur-pelacur pria alias gigolo?, kenapa harus perempuan yang menjadi objek seks? Bukankah tante-tante girang juga banyak yang membutuhkan jasa seks pelacur laki-laki/gigolo?. Hemmm… Keindahan perempuan dan kekaguman laki-laki terhadap perempuan memang sudah menjadi cerita klasik. Hal itu karena Pandangan gender yang mengakibatkan Gender related violence, atau kekerasan gender dengan stereotip perempuan sebagai objek seks. Ada dua aliran pemikiran yang menyoroti masalah perempuan sebagai objek seks,  yaitu Feminis radikal dan feminis marxis. Feminis radikal, menganggap bahwa jenis kelamin sebagai sumber persoalan ketimpangan gender dan ideology patriarki. Pemikiran ini menuduh laki-laki secara biologis maupun politis menguasai tubuh perempuan, laki-laki memiliki fisik yang lebih kuat untuk memperlakukan perempuan sebagai objek seks. Laki-laki juga secara politis telah menciptakan ideology patriarki sebagai dasar penindasan yang merupakan system hirarki seksual, dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege terhadap perempuan. Sedangkan aliran pemikiran Feminis marxis melihat bahwa ideology kapitalis adalah sumber kekuasaan atas perempuan. Karena laki-laki mengontrol produksi dalam perdagangan, maka mereka menguasai hubungan sosial dan politik. Sedangkan perempuan direduksi hanya sebagai bagian dari property, dengan demikian laki-laki memiliki kontrol seks atas perempuan sebagai bagian dari kekuasaan social laki-laki. Sehingga tak ada ceritanya perempuan memperkosa laki-laki, tak ada ceritanya laki-laki menuntut perempuan karena pelecehan seksual.

Dalam tradisi patriarki, perempuan dikontruksikan pada posisi subordinasi. Hal ini didukung pula dalam rekontruksi media massa melalui iklan-iklan komersil. Iklan pada umumnya mengkontruksi perempuan harus cantik secara fisik, seksi dan sebagai objek seks. Seperti contoh iklan kopi “Torabika” dengan motto “ Pass susunya”. Kata-kata itu mengarah pada salah satu organ genital perempuan. Iklan kopi “Ya” yang menampilkan artis Julia Peres bergoyang dengan kemolekan tubuhnya yang seksi. Padahal kalo dipikir, tidak ada hubungannya minum kopi dengan Jupe yang bergoyang. Yang ada hanyalah, eksploitasi tubuh perempuan untuk menarik konsumen, karena konsumen produk kopi mayoritas adalah laki-laki. Dan masih banyak lagi eksploitasi tubuh wanita dalam media massa untuk tujuan komersil. Hal itu adalah bentuk eksploitasi tubuh perempuan oleh media massa untuk kepentingan komersil. Bukanya munafik, sebagai laki-laki normal aku sendiri juga klepek-klepek ketika melihat perempuan cantik nan seksi (dalam artian kagum). Namun aku tidak setuju ketika anugrah yang dimiliki perempuan itu diekploitasi untuk kepentingan komersil, bagiku hal itu malah menjerumuskan perempuan kedalam penghinaan. Kontruksi dalam masyarakat patriarki yang menempatkan wanita sebagai subordinasi sebenarnya memiliki tujuan baik, yaitu menempatkan perempuan pada posisi yang mulia. Perempuan dilindungi, dan laki-laki sebagai pelindung. Walaupun sebenarnya perempuan bisa melakukan seperti apa yang dilakukan laki-laki. Perempuan dan laki-laki sebenarnya diciptakan untuk saling melengkapi. Namun ketika tujuan itu ditafsirkan dalam hal kekuasaan laki-laki atas perempuan, maka yang terjadi adalah ketimpangan gender.

Aktivitas transaksi jasa seks yang terjadi di gang Dolly. Yaitu hubungan seks heteroseksual, yang selalu berarti hasrat dan aktivitas yang selalu berkembang dari kebutuhan biologis untuk melepaskan ketegangan khusus dalam organisme. Hubungan badani yang sering disebut bercinta. Jelas sekali disini yang ada hanyalah hubungan badani yang terjadi di kamar-kamar rumah bordil yang sebenarnya kering akan cinta, yang sering diidentikan dengan cinta, hingga muncul kata-kata seks yang erat dengan cinta seperti Making Love (ML), bercinta, buah cinta dll. Walaupun terdapat perbedaan yang sangat besar antara pemahaman cinta dan seks, tetapi tidak dapat dibayangkan hubungan cinta yang erat dan sangat spesial tanpa seks (seperti pernikahan, bahkan pacaran). Hubungan erat dan spesial antara pria dan wanita pasti menginjak ke beberapa makna seksual (baik ML maupun sekedar semi  seks seperti berciuman, meraba, berpelukan), sebab hubungan seperti ini membuat seseorang manusia dengan segenap kemanusiaannya condong pada seseorang tertentu. Ini adalah perkara yang dapat dipastikan seks ada di dalamnya. Bahkan seorang pujangga romawi Ovidius,  menerbitkan buku “seni bercinta”, yang isinya adalah memuji-muji seks.  Sehingga Cinta sering diidentikan dengan seks.

Pada umumnya, Kisah cinta anak manusia selalu melewati fase cultural yaitu menikah. diawali dengan proses jatuh cinta, pacaran, menikah dan  happy ending-nya hubungan seksual. Malam pertama adalah special moment yang selalu dinanti-nantikan oleh pasangan kekasih yang baru menikah yang acara intinya adalah hubungan seksual antara kedua lawan jenis yang dalam bahasa kerennya disebut making love (ML). Jika sepasang kekasih setelah menikah dan menghasilkan keturunan, maka keturunannya itu disebut buah cinta. Entah sejak kapan cinta sering dikaitan dengan seks, mengkaitan ketertarikan  hati ke hati  dengan ketertarikan fisik, tubuh seksi, dada membuncang mengundang birahi, dan rintihan lirih mengharu biru dalam hubungan badani?. Ada yang mengatakan bahwa hubungan cinta adalah untuk mencari kebahagian hidup, lalu bisakah pasangan pernikahan bisa hidup bahagia tanpa sebuah hubungan seksual? Ada yang mengatakan hubungan cinta selalu disertai dengan seks lantaran untuk menghasilkan keturunan. Jika hubungan cinta dimaksudkan untuk menghasilkan keturunan, lalu apa bedanya dengan sepasang kera? toh kera tak mempedulikan apa itu jatuh cinta, puisi romantis yang meluluhkan jiwa, atau chemistry yang menyentuh hati kalo kata Coky Sitohang dalam tayangan take me out Indonesia!. (hohoho). Nothing,.. semua itu tidak ada, Yang ada hanya nafsu birahi, musim kawin tiba, sikera jantan mendatangi kera betina, memeluk, kera betina yang terlentang pasrah kemudian kera jantan horny, lalu menindih kera betina dan berpindahlah sperma kera jantan ke rahim betina, kera betina bunting kemudian beranak. Yang ada hanyalah seks, yang selalu berarti hasrat dan aktivitas yang selalu berkembang dari kebutuhan biologis untuk melepaskan ketegangan khusus dalam organisme. Ini merupakan insting yang secara umum terdapat pada diri manusia dan hewan. Namun hubungan badani antar kera tersebut terjadi tanpa akal pikiran, yaitu kera hanya mengikuti gairah seks hewani karena alam bukan karena budaya. Lalu kenapa cinta sering diidentikan dengan seks? Panjang upayaku untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Dalam pandangan Sigmund Freud menjelaskan perihal cinta dalam bukunya Group Psychology and the Analysis Of the Ego. Dia mengatakan bahwa libido adalah ekspresi kuantitatif dari semua kecenderungan energy yang kita rangkum sebagai cinta. Jadi yang disebut cinta oleh Freud adalah cinta diantara dua jenis kelamin. Perasaan-perasaan halus yang kita sebut cinta telah dialihkan dari tujuan-tujuan seks semula, tapi sebagian tujuan itu masih terjaga. Bahkan seorang penyayang, seorang teman, seorang pengagum, menginginkan kedekatan secara fisik dan pemandangan atas objek yang dicintai. Objek cinta yang dimaksud adalah objek seksual, atau cinta dalam artian pilihan pasangan seks. Singkatnya teori freud mengatakan bahwa seks dan cinta adalah subtansi yang sama.  Freud berasumsi bahwa seks meliputi cinta, kehalusan budi, kemurahan hati dan simpati. Dalam psikoanalisisnya, mangatakan bahwa cinta adalah seks yang terhambat tujuan seksualnya. Ketika seseorang mencintai lawan jenisnya maka itu merupakan bentuk seks yang terhambat, cinta hanya bentuk lain dari seks. Kemudian ketika hubungan cinta tersebut telah mencapai tingkat keintiman dalam artian menikah, maka ekspresi cinta yang paling mungkin adalah hubungan seksual yang merupakan tujuan yang terhambat tadi. Disini cinta sekedar bermakna seks.

Sedangkan Theodore Reik, berpendapat lain. Dia berpandapat bahwa cinta bukan sekedar seks, kunci perbedaan antara cinta dan seks ditemukan dalam fakta bahawa gairah seks sebenarnya tidak memiliki objek, sementara cinta adalah hubungan emosional “aku dan kamu”. Kalau aku analogikan, Cinta dan Seks, bagaikan kopi susu (sorry, masih sekitar kopi ya? hehe), minuman yang terdiri dari dua zat yang berbeda kopi dan susu yang akan menjadi kabur warnanya jika kedua zat tersebut dicampur jadi satu begitu pula dengan Cinta dan seks akan menjadi kabur ketika keduanya bersinergi. Namun kedua zat itu akan tetap berbeda walaupun dicampur menjadi satu. Kopi tetaplah kopi dan susu tetaplah susu. Begitu pula dengan cinta dan seks, keduanya merupakan dua hal yang berbeda.  Seks adalah kebutuhan insting, kebutuhan biologis, bermula di dalam organisme dan berukat pada tubuh. Seks adalah salah satu dorongan hebat, seperti rasa lapar dan haus, dikondisikan oleh perubahan-perubahan kimiawi dalam organisme. Seks bisa di tempatkan pada alat-alat dan zona-zona erogen lainya. Tujuan gairah seks adalah penghilangan ketegangan fisik, pembebasan dan pelepasan. Lalu apa tujuan gairah cinta adalah penghilangan ketegangan fisik, kelegaan. Keduanya memiliki perbedaan. Seks menginginkan kepuasan, sedangkan cinta menghendaki kegembiraan. Seks muncul sebagai fenomena alam, umumnya terjadi pada manusia dan hewan. Seperti yang cerita kera di atas yang melakukan hubungan seksual pada musim kawin. sedangkan Cinta adalah hasil dari perkembangan kebudayaan yang tidak semua mahluk mengalaminya. Cinta hanya dialami oleh manusia yang memiliki akal dan pikiran untuk suatu perasaan.

Dapatkah anda bersumpah bahwa hubungan seks itu bersifat abadi? Saya jamin anda tidak akan berani. Karena Objek seks bisa jadi membosankan setelah kepuasan diraih dan ketegangan berkurang atau objek seks tidak lagi bisa memenuhi hasrat seksualnya. Seperti kasus perselingkuhan karena pasangannya sudah tidak produktif untuk melakukan aktivitas seksual. Seorang suami akan mencari pelampiasan birahi kepada wanita lain ketika dirasa istrinya sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan seksualnya atau sebaliknya. Tapi tidak demikian dengan objek cinta, objek cinta selalu dilihat sebagai suatu kepribadian. Cinta tidak mempedulikan ketika pasanganya sudah tidak produktif lagi dalam aktifitas seksual. Seorang istri yang mendasari hubungan atas dasar cinta tidak akan peduli sama sekali ketika suaminya mengalami impotensi sekalipun. Seks bersifat sederhana dan tidak diskriminatif, seks bisa memilih siapa saja untuk menjadi pasangan seksualnya. Pasangan seks bisa berganti-ganti yang penting nafsu birahinya tersalurkan. Sedangkan cinta selalu membuat pilihan dan sangat diskriminatif. Cinta tidak sembarangan memilih pasangan cintanya. Seseorang tidak bisa sembarangan jatuh cinta kepada siapa saja, namun hanya dengan orang pilihan yang sulit tergantikan. Seks adalah kepentingan yang bernafsu kepada orang lain. Seks tidak akan sakit ketika objeknya teluka, tidak pula merasa bahagia ketika objeknya merasa senang. Dimungkinkan bagi seorang untuk memiliki orang lain dalam seks, tapi tidak dalam cinta. orang bisa memaksa orang lain untuk terlibat dalam hubungan seks tapi tidak demikian dengan cinta.

Begitu pula ketika aku pernah bertanya kepada beberapa temanku untuk sekedar riset kecil-kecilan tentang seks dan cinta. Dari temanku yang taat beragama sampai yang berandalan, dari yang penjual pulsa sampai yang jaga warnet, dari yang tidak lulus sekolah sampai yang sarjana, dari temanku yang belum pernah pacaran sampai yang puluhan kali gonta-ganti pacar, dari yang masih pacaran sampai yang sudah menikah, semua memberikan jawaban yang juga sama seperti yang dikemukakan oleh kedua pemikiran tersebut. yaitu dapat disimpulkan bahwa salah satu ekspresi cinta adalah seks, Seks dalam bentuk hubungan badani seperti berpelukan, ciuman, cumbuan, ML dll, bisa dikatakan merupakan dorongan seks yang hanya merupakan sebagian dari perasaan seorang pecinta, bentuk dari ekspresi cinta yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tetapi cinta dan seks itu berbeda. Hubungan yang didasari dengan cinta akan bersifat abadi karena cinta lebih bersifat hubungan batin antara “aku dan kamu” walaupun tanpa seks. Sedangkan hubungan yang didasari lantaran seks  tidak akan bersifat abadi. Karena seks hanya barsifat sementara, kepuasan yang diinginkan didapat kemudiaan berlalu begitu saja, berpindah ke lain pasangan. Cinta berbeda dengan seks dan bukan berarti sekedar seks.

“Mas aplous!!” suara peringatan dari ibu yang jaga warung, membuyarkan imajinasiku. sebuah kata yang menunjukan bahwa ibu itu ganti sip jaga dengan rekanya dan berarti kami harus segera membayar kopi. Cairan hitam dalam gelas yang sedari tadi ku nikmati bersama kepulan asap rokok sudah berada pada titik dasar gelas, alias kopi sudah habis. Ya, lumayanlah cangkrukan di warkop gang Dolly sambil memperhatikan aktivitas sosial, bisa menghilangkan kesuntukan dan kejenuhan. Aku dan temankupun memutuskan untuk balik pulang.

#Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberi inspirasi. Sampai jumpa pada DIARY SOSIAL berikutnya.. ^.^V 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar