Kamis, 12 Januari 2012

MENUNGGU PACAR DI SUDUT KAMPUS

Menunggu Pacar Di Sudut Kampus

Surabaya, Wifi zone, Maret 2010

Hoammm,… tak terasa selesai juga perkuliah hari ini, mata kuliah dengan berat bersih 3 Sks, kurang lebih dua setengah jam aku mendengarkan ceramah Dosen, begitu asik mengikuti perkuliahan jika sang dosen sangat memacu rasa keingintahuanku. Hari ini perkuliahan memang tak begitu padat lantaran dua mata kuliah lainya sedang kosong. Seketika otaku dengan cepat mengingat gadis cantik tambatan hatiku.hehehe.. Dengan sigap tangan kananku menerogoh kedalam saku celanaku meraih Handphone untuk mencari tahu keberadaannya dengan mengirim SMS. Ya kami memang masih berada dalam kompleks kampus yang sama, tak susah memang mencarinya dalam kompleks kampus yang tergolong sedehana ini, namun manusia zaman sekarang sudah dimanjakan oleh teknologi (termasuk aku juga.hehe). SMS ku terbalas namun ternyata dia masih kuliah hingga sore. Sambil menunggunya selesai kuliah ku putuskan untuk ngopi dulu bersama teman lainya di belakang kampus.

Menikmati segelas kopi dan sebatang rokok sambil bercanda dengan teman-teman memang sangat mengasikan. Tak tanggung-tanggung canda kamipun sangat kelewatan namun itu sudah menjadi makanan sehari-hari, yah kalo ingin ikutan nimbrung, siap-siap saja jadi bulan-bulanan untuk dietrek-etrek, ujian mental Man,.. Hahaha. Disela canda ria itu, mataku berkeliaran memperhatikan lingkungan kampusku. Yah lingkungan yang menurutku tidak memenuhi standart yang memadai untuk sebuah kampus yang katanya menuju World Class. Haah world class?? Local class saja masih dipertanyakan ko.. hohoho. (“Punten atuh,. Bukanya abdi mau menghina tapi ini teh kenyataan, kritik atuh nyak”,… heheh). Ya tapi masih untung kampus ini belum diprivatisasi. Hehehe. Hemm,.. walau bagaimanapun ini mah tetap kampusku, tempatku menimba ilmu, menikmati hari-hariku berjibaku dengan dunia akademik. Aku tersenyum sendiri jika mengingat keberadaanku di kampus ini, tak terbesit dulu aku akan kuliah disini, karena selepas lulus SMA selama dua tahun yang termaktub didalam otaku hanya mencari kerja. Hingga akhirnya kampus ini akrab dengan hari-hariku lantaran kejenuhanku dengan ketidakpastian kondisi sosial hidupku, walau terlambat dua tahun dari teman-teman seangkatanku.. hahaha.

Jenuh aku menunggu diwarung, aku berpindah kelorong kampus. Yah tempat ini mampu membunuh waktu karena sudah dilengkapi dengan wifi zone. Ku buka laptopku untuk mengakses internet,. “Sialan!!!” umpatku dalam hati mendapati wifi zonenya tidak connect. Memang ini sering terjadi. Ya biasalah biaya kuliah dikampusku ini kan masih tergolong murah, fasilitaspun ya seadanya. Hehe. Kusandarkan punggungku yang dari tadi terasa ngilu disebuah tiang. Mataku kembali berkeliaran memperhatikan para mahasiswa yang lalu lalang dilorong kampus. Sempat aku bertanya dalam hati. “Jadi apa ya besok calon sarjana-sarjana ini?” ( termasuk aku ini). Aku memcoba membayangkan jumlah mahasiswa di kampusku, Setiap tahun kampus ini menerima kurang lebih seratus mahasiswa baru pada setiap prodi. Ada sekitar tujuh prodi di Fakultasku, belum fakultas-fakultas lain satu universitas tuh. Bisa dibayangkan output sarjana setiap tahunya dari satu kampus saja, pasti begitu banyak jumlahnya yang tak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia. Yang terjadi adalah munculnya pengangguran-penganguran yang terdidik. Huhh mengerikan!!. Terkadang aku sendiri resah dengan nasibku sendiri. Ijizah yang kata Ivan Illic sangat dipuja-puja oleh masyarakat kita, lantaran ijazah dianggap sebagai tiket untuk hidup. namun jika dihadapkan pada minimnya lapangan pekerjaan tentunya ijazah tak lebih dari sekedar bungkus kacang yang tiada berguna. Empat tahun lamanya bergelut dengan buku kata Iwan Fals menjadi sia-sia.

Belum lagi tentang kualitas dari lulusan. Sering hal ini terjadi pada diriku, teman-temanku dan mahasiswa lain yang dengan susah payah datang ke kampus dengan harapan mengikuti kuliah dan mendapatkan ilmu, harus kecewa mendapati ruangan yang sudah terisi penuh alias tidak kebagian ruangan untuk kuliah. Saya bertanya dalam hati “apa yang dipikirkan para birokrat kampus, ketika menerima mahasiswa baru namun tidak sesuai dengan daya tampung kelas??”.Yang lucu lagi tahun ini Fakultasku membuka prodi baru yang tidak dipersiapkan ruanganya sehingga harus menempati ruangan-ruangan yang masih tersisa yang mustinya bukan merupakan ruang kelas. Apa hanya mengejar target banyak mahasiswa yang masuk maka banyak pula sumber dana yang masuk? Target terpenuhi tapi tidak diperhatikan mau dikemanakan lulusan-lulusan itu nantinya? Dengan santai mungkin mereka akan menjawab “derita loe”. Apa efektif kondisi kampus yang seperti ini untuk mencetak sarjana-sarjana yang kompeten??. Lingkungan seperti hanya akan menciptakan mahasiswa yang pasif yang hanya menjadi objek dari sebuah sistem yang belum mampu menciptakan mahasiswa yang kreatif dan inovatif. Mahasiswa akhirnya akan teralienasi dari kemampuanya untuk tumbuh dan berkembang. Sedangkan dengan lantang Paulo Freire sang pendekar kubu kiri pendidikan progresif mengatakan bahwa peserta didik bukan objek dari sistem pendidikan yang hanya pasif, melainkan sebagai subyek yang kritis dan kreatif dalam menciptakan terobosan di masyarakat. Suatu hari ketika aku akan memasuki kampusku terpampang tulisan yang kira-kira maksudnya adalah kampusku akan menuju World Class university di pintu gerbang kampus. Hatikupun tergelitik melihat tulisan itu. Atau mungkin jika mahasiswa Harvad University melihat tulisan ini akan berkata “eh ngaca dulu dech loe!”. Imajinasiku buyar ketika melihat pujaaan hatiku keluar dari kelas, tak terasa sudah hampir dua jam lebih pikiranku berkelana menyusuri sudut-sudut kampusku. Hari sudah menjelang sore akupun segera menghampirinya dan pulang dari kampusku tercinta ini. Ciao,....

Sudut Kampus, Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar